Minggu, 25 Maret 2018

pengertian agroekosistem


PENGERTIAN AGROEKOSISTEM
Agroekosistem adalah sistem interaksi antara manusia dan lingkunganv biofisik, sumber daya pedesaan dan pertanain guna meningkatkan kelangsungan hidup penduduknya. Agroekosistem dapat diartikan pula sebagai suatu unit yang tersusun oleh semua organisme di dalam areal pertanaman bersama-sama dengan keseluruhan kondisi lingkungan dan lingkungan yang telah dimodifikasi manusia lebih lanjut, yaitu pertanian, industri, tempat rekreasi, dan aktifitas sosial manusia yang lainnya. (Anonymous, 2010)
KOMPONEN AGROEKOSISTEM
Komponen Agroekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik :
A. Komponen Biotik
a. Produsen
Jasad-jasad hidup yang mampu menangkap energi matahari dan membentuk bahan-     bahan yang mengandung energi (tumbuh-tumbuhan berklorofil hijau).
b. Konsumen
Jasad-jasad hidup yang memakan tumbuh-tumbuhan dan atau hewan; mampu membentuk bahan-bahan organis yang lebih tinggi mutunya dari bahan yang dimakannya. Konsumen terbagi menjadi herbivora, karnivora, omnivora.
c. Decomposer
Jasad-jasad hidup (mikrobia) yang dapat mengurai sisa-sisa dari jasad hidup yang mati (proses mineralisasi)
d. Tanaman atau vegetasi
Tanaman dalam agroekosistem berfungsi sebagai produsen atau unsur/ komponen yang diusahakan oleh manusia untuk budidaya.
e. Hewan
 Hewan sebagai penyeimbang atau pendukung komponen-komponen dalam agroekosistem. Contoh : cacing membantu menyuburkan tanah.
B. Komponen Abiotik
a. Air
Tak kurang dari 50% penyusun tubuh organisme terdiri atas air. Oleh sebab itu air merupakan salah satu komponen abiotik yang sangat menentukan kelangsungan hidup organism.
b. Udara
Gas-gas di atmosfer ini di samping sebagai selimut bumi, juga sebagai sumber berbagai unsur zat tertentu, seperti oksigen, karbon dioksida, nitrogen, dan hidrogen. Udara juga merupakan komponen utama tanah, tanah yang cukup pori atau rongganya akan baik pertukaran udara atau aerasinya.
c. Suhu
Setiap makhluk hidup memerlukan suhu lingkungan tertentu. Hal ini dapat diterima oleh akal kita karena pada setiap tubuh makhluk hidup akan berlangsung proses kimia. Semua makhluk hidup dimanapun berada selalu menghindari suhu lingkungan yang terlalu tinggi, dan terlalu rendah, tetapi selalu berusaha untuk mendapatkan suhu lingkungan yang optimum.
d. Tanah
Tanah merupakan komponen sumberdaya alam yang mencakup semua bagian padat di atas permukaan bumi, termasuk semua yang ada di atas dan didalamnya yang terbentuk dari bahan induk yang dipengaruhi oleh kinerja iklim, jasad hidup, dan relief setempat dalam waktu tertentu. Dalam satu toposekuen akan dijumpai berbagai jenis tanah, sebagai akibat adanya perbedaan bahan induk, iklim, topografi dan penggunaan lahan (Hardjowigeno, 2003).
e. Cahaya
Cahaya matahari merupakan komponen abiotik yang berfungsi sebagai sumber energi primer bagi ekosistem. Keberadannya mampu mempengaruhi dan mengontrol organisme yang ada pada suatu ekosistem.
f. Salinitas
Salinitas berhubungan erat dengan pH tanah. Jika pH tanah semakin tinggi maka akan menghambat proses pertumbuhan tanaman. Karena ada beberapa tanaman yang tidak cocok dengan pH yang tinggi. (Anonymous, 2010)

MASALAH AGROEKOSISTEM
Degradasi lahan
Degradasi lahan kering selama ini lebih tersorot pada kekeliruan pembukaan dan pengelolaan lahan oleh perladangan berpindah. Sistem pembukaan lahan dengan cara tebas-bakar (slash and burn) dan biasanya terletak pada lahan yang miring akan mengawali terjadinya erosi. Kebiasaan membakar kayu dan ranting sisa pembukaan lahan biasanya diteruskan oleh petani dengan membakar sisa tanaman. Bila pembakaran dilakukan hanya sekali saja waktu pembukaan lahan tidak akan banyak merusak tanah, tetapi pembakaran yang dilakukan berulang-ulang setiap musim akan lekas menurunkan kadar bahan organik tanah yang akhirnya menurunkan produktivitas tanah. Pembakaran sisa-sisa tanaman tiap tahun akan mempercepat proses pencucian dan pemiskinan tanah. (Anonymous, 2010)
Kerusakan Tubuh Tanah
Tanah sebagai suatu sistem dinamis, selalu mengalami perubahan-perubahan, yaitu perubahan segi fisik, kimia ataupun biologi tanahnya. Perubahan-perubahan ini terutama karena pengaruh berbagia unsur iklim, tetapi tidak sedikit pula yang dipercepat oleh tindakan atau perlakuan manusia. Kerusakan tubuh tanah yang diakibatkan berlangsungnya perubahan-perubahan yang berlebihan misalnya kerusakan dengna lenyapnya lapisan olah tanah yang dikenal dengan nama erosi. ( Mulyani, 2005)
Dampak Pemupukan yang Berlebihan
Pemupukan dilakukan untuk memberikan zat makanan yang optimal kepada tanaman, agar tanaman dapat memberikan hasil yang cukup. Pemupukan dan pupuk buatan dapat menyebabkan tanah menjadi asam (pH tanah menurun). Jika tanah menjadi asam, produktivitas tanaman pertanian akan merosot. Pemupukan yang berlebihan dan larut ke dalam air juga dapat menyebabkan meningkatkan kesuburan sungai (eutrofikasi). (Anonymous, 2010)
Lahan pertanian terbatas/semakin sempit
Dalam suatu agroekosistem, khusunya yang diolah sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan penduduknya (pertanian) pasti membutuhkan lahan untuk mengelola sumber daya yang ada. Namun, akibat dari pertambahan penduduk yang makin meningkat dari tahun ke tahun mengakibatkan penggunaan lahan untuk pemukiman dan industri semakin besar sehingga lahan yang dulunya sebagai lahan pertanian menjadi semakin sempit. (Anonymous, 2010)
Ketergantungan Petani terhadap Pestisida, Pupuk Anorganik dan Varietas Unggul
Akibat petani yang mengintensifkan penggunaan pestisida untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit pada tanaman yang dibudidayakannya, petani tersebut memiliki ketergantungan terhadap pestisida, karena minimnya pengetahuan petani untuk memanfaatkan pestisida nabati yang aman serta memanfaatkan musuh alami sesuai program PHT. (Anonymous, 2010)
Munculnya Ketahanan (Resistensi) Hama terhadap Pestisida
Karena hama terus menerus mendapat tekanan oleh pestisida, maka melalui proses seleksi alami, spesies hama mampu membentuk strain baru yang lebih tahan terhadap pestisida tertentu yang digunakan petani. Pada tahun 1947, dua tahun setelah penggunaan pestisida DDT, diketahui muncul strain serangga yang resisten terhadap DDT. Saat ini, telah didata lebih dari 500 spesies serangga hama telah resisten terhadap berbagai jenis kelompok insektisida. (Anonymous, 2010)
Resurgensi Hama
Resurjensi hama terjadi karena pestisida, sebagai racun yang berspektrum luas, juga membunuh musuh alami. Musuh alami yang terhindar dan bertahan terhadap penyemprotan pestisida, sering kali mati kelaparan karena populasi mangsa untuk sementara waktu terlalu sedikit, sehingga tidak tersedia makanan dalam jumlah cukup. (Anonymous, 2010)
Ledakan Populasi Hama Sekunder
Peristiwa ledakan hama sekunder terjadi, apabila setelah perlakuan pestisida menghasilkan penurunan populasi hama utama, tetapi kemudian terjadi peningkatan populasi pada spesies yang sebelumnya bukan hama utama, sampai tingkat yang merusak. Ledakan ini seringkali disebabkan oleh terbunuhnya musuh alami, akibat penggunaan pestisida yang berspektrum luas.
SOLUSI DARI PERMASALAHAN AGROEKOSISTEM
Konservasi lahan dengan penerapan Tanpa Olah Tanah (zero tillage) atau pengolahan tanah minimum (minimum tillage) dalam rangka pengawetan tanah Tidak mencuci peralatan penyemprot pestisida di sungai atau di dekat sumur agar tidak mencemari sungai atau sumur penduduk. Cucilah peralatan di tempat khusus dan limbahnya dibuang secara khusus pula (misal dibuatkan lubang yang jauh dari pemukiman). Tidak membuang sisa obat di sembarang tempat. Buanglah sisa obat di tempat khusus yang tidak mencemari sungai atau sumur penduduk. Mengurangi penggunaan pestisida dengan memberantas hama secara mekanik (misal ditangkap, kemudian dimatikan), dan secara biologis (misal menggunakan serangga predator).
Pemberantasan secara biologis dengan serangga atau hewan predator dimaksudkan agar hewan predator yang dilepaskan di lingkungan memangsa hama tanaman. Serangga predator dipelihara terlebih dahulu, dikembangbiakkan, kemudian dilepaskan di sawah atau perkebunan. Menggunakan pestisida hayati yang aman bagi kesehatan petani, konsumen dan lingkungan pertanian Menerapkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan 4 prinsip yaitu : (a) budidaya tanaman sehat (b) pelestarian musuh alami (c) pengamatan agroekosistem secara rutin, dan (d) petani menjadi ahli PHT dan manajer di kebunnya Menerapkan sistem pertanain berkelanjutan serta pertanian berwawasan lingkungan yang tidak hanya mementingkan faktor keuntungan dalam melakukan usahatani/budidaya dalam suatu agroekosistem tetapi memperhatikan pula faktor sosial, ekonomi dan lingkungan.

PERTANIAN BERKELANJUTAN
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin.
CIRI-CIRI PERTANIAN BERKELANJUTAN
  1. Secara ekonomi menguntungkan dan dapat dipertanggung jawabkan (economically viable). Petani mampu menghasilkan keuntungan dalam tingkat produksi yang cukup dan stabil, pada tingkat resiko yang bisa ditolerir/diterima.
  2. Berwawasan ekologis (ecologically sound). Kualitas agroekosistem dipelihara atau ditingkatkan, dengan menjaga keseimbangan ekologi serta konservasi keanekaragaman hayati. Sistem pertanian yang berwawasan ekologi adalah sistem yang sehat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap tekanan dan gangguan (stress dan shock).
  3. Berkeadilan sosial. Sistem pertanian yang menjamin terjadinya keadilan dalam akses dan kontrol terhadap lahan, modal, informasi, dan pasar, bagi yang terlibat tanpa membedakan status sosial-ekonomi, gender, agama atau kelompok etnis.
  4. Manusiawi dan menghargai budaya lokal. Menghormati eksistensi dan memperlakukan dengan bijak semua jenis mahluk yang ada. Dalam pengembangan pertanian tidak melepaskan diri dari konteks budaya lokal dan menghargai tatanan nilai, spirit dan pengetahuan lokal
  5. Mampu berdaptasi (adaptable). Mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi yang selalu berubah, seperti pertumbuhan populasi, tantangan kebijaksanaan yang baru dan perubahan konstalasi pasar.











DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.2010. http://id.wikipedia.org wiki Permasalahan Agroekosistem. Diakses pada 10 Maret 2010
Anonymous.2010.http://www.soil.faperta.ugm.ac.id/tj/1981/1987%20ekot.pdf. Diakses pada 10 Maret 2010
Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta
Mulyani, Sutedjo. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar