LAPORAN ILMU DAN TEKNOLOGI BENIH
“SGT, FCT DAN IVT
NAMA : ELFIRA SRI
WAHYUNI
NO. BP : 120213067
KELOMPOK : 3 (TIGA)
KELAS : F
ASISTEN : MUHARAMA YORA
PROGRAM
STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
ANDALAS
PADANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Benih merupkan simbol dari suatu
permulaan, yang merupakan inti dari kehidupan di alam semesta dan yang paling
penting adalah kegunaannya sebagai penyambung dari kehidupan tanaman. Benih
adalah biji tanaman yang digunakan untuk tujuan pertanaman. Pada konteks
agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih harus mampu
menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang
maju (Sadjad, 1977 dalam Sutopo, 2010 : 1-2).
Benih adalah biji botanis yaitu biji
hasil dari perkembangan bakal biji(ovul) di dalam bunga kemudian menghasilkan
biji botanis yang disebut dengan benih. Pengertian benih dalam UU No. 12 tahun
1992 yaitu tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau
mengembangbiakkan tanaman.
Perkecambahan merupakan proses
metobolisme biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah
(Plumula dan Radikula). Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat dilihat
atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan rdikula dan keduanya tumbuh normal
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan ISTA.
Setiap biji yang dikecambahkan ataupun
yang diujikan tidak selalu prosentase pertumbuhan kecambahnya sama, hal ini
dipengaruhi bebagai macam faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan
perkecambahan. Kecepatan berkecambah benih adalah kecepatan benih untuk
berkecambah normal.
Benih yang memiliki vigor yang tinggi
akan lebih cepat berkecambah, karena memiliki cadangan makanan yang tinggi,
sehingga dapat membantu untuk berkecambah lebih cepat di lingkungan yang
optimum maupun yang suboptimum.
Uji benih dalam kondisi lapang biasanya
kurang memuaskan karena hasilnya tidak dapat diulang dengan konsisten. Oleh
karena itu, pengujian di laboratorium dilaksanakan dengan mengendalikan faktor
lingkungan agar mencapai perkecambahan yang teratur, cepat, lengkap bagi
kebanyakan contoh benih. Selain itu kondisi yang terkendali telah
distandarisasi untuk memungkinkan hasil pengujian yang dapat diulang sedekat
mungkin kesamaannya.
Pengujian benih dalam kondisi lapang biasanya kurang
memuaskan karena hasilnya tidak dapat diulang dengan konsisten. Karena itu,
pengujian dilaboratorium dilaksanakan dengan mengendalikan faktor lingkungan
agar mencapai perkecambahan yang teratur, cepat, lengkap bagi kebanyakan contoh
benih. Kondisi yang terkendali telah distandarisasi untuk memungkinkan hasil
pengujian yang dapat diulang sedekat mungkin kesamaannya. Terdapat
bermacam-macam metode uji perkecambahan benih, setiap metode memiliki
kekhususan tersendiri sehubungan dengan jenis benih diuji, jenis alat
perkecambahan yang digunakan, dan jenis parameter viabilitas benih dinilai.
Berdasarkan substratnya, metode uji perkecambahan benih dapat digolongkan
kedalam menggunakan kertas, pasir dan tanah. Pada kesempatan ini yang akan
dipelajari metode uni daya kecambah (SGT), uji kecepatan berkecambah (IVT), uji
hitung pertama (FCT), uji pertumbuhan akar dan batang (RSGT). Kondisi
lingkungan perkecambahan pada semua metode ini adalah optimum.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan di
adakannya praktikum kali ini diantaranya :
a. Menentukan
daya kecambah benih.
b. Menentukan
kekuatan tumbuh benih (vigor) melalui kecepatan/kekuatan berkecambah benih pada
hari pertama pengamatan.
c. Menentukan
nilai indeks dari perkecambahan benih dan kekuatan tumbuh benih.
d. Mahasiswa
memahami relevansi metode uji indeks dengan keragaman pertumbuhan tanaman di
lapangan produksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Uji Kecambah Baku (SGT)
Perkecambahan
merupakan tahap awal perkembangan
suatu tumbuhan,
khususnya tumbuhan berbiji.
Dalam tahap ini, embrio
di dalam biji
yang semula berada pada kondisi dorman
mengalami sejumlah perubahan fisiologis
yang menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan
muda. Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah.
Pada tanaman, pertumbuhan dimulai dari proses perkecambahan biji. Perkecambahan
dapat terjadi apabila kandungan air dalam biji semakin tinggi karena masuknya
air ke dalam biji melalui proses imbibisi. Apabila proses imbibisi sudah
optimal, dimulailah perkecambahan (Hartono, 2010).
Daya berkecambah benih merupakan
kemampuan benih untuk berkecambah normal pada lingkungan yang serba memadai.
Uji daya berkecambah merupakan salah satu uji viabilitas benih cara langsung
dengan indikasi langsung. Kecambah dikatakan normal apabila semua
bagiannya (akar, hipokotil atau skutelum, plumula, kotiledon)
menunjukkan kesempurnaan dan lengkap tanpa kerusakkan. Kecambah dinyatakan
abnormal apabila salah satu bagiannya tidak muncul, atau muncul tetapi rusak
atau tidak sempurna. Benih dinyatakan mati apabila sampai akhir periode
pengujian tidak menunjukkan adanya gejala perkecambahan dan bukan
merupakan benih keras. Sedangkan benih keras adalah benih yang tetap keras
walaupun telah di lembabkan dalam penumbuhan (Sutopo, 2009).
Berdasarkan
posisi kotiledon dalam proses perkecambahan dikenal perkecambahan hipogeal dan
epigeal. Hipogeal adalah pertumbuhan memanjang dari epikotil yang meyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan
muncul di atas tanah. Kotiledon relatif tetap posisinya. Tipe ini
terjadi, jika plumula muncul ke permukaan tanah sedangkan kotiledon tinggal di
dalam tanah. Contoh tipe ini terjadi pada kacang kapri dan jagung (Hartono, 2010).
Pada
epigeal hipokotillah yang tumbuh memanjang, akibatnya kotiledon dan plumula
terdorong ke permukaan tanah. Tipe ini terjadi, jika plumula dan kotiledon
muncul di atas permukaan tanah. Pengetahuan tentang hal ini dipakai oleh para
ahli agronomi untuk memperkirakan kedalaman tanam. Perkecambahan tipe ini
misalnya terjadi pada kacang hijau dan jarak (Hartono, 2010).
Pada uji daya kecambah, benih dikatakan berkecambah
bila dapat menghasilkan kecambah dengan bagian-bagian yang normal atau
mendekati normal. Beberapa jenis benih menghasilkan benih keras yang dianggap
hidup meski tidak berkecambah sewaktu diuji berdasarkan prosedur yang dianut
secara resmi. Kadang-kadang benih dorman membutuhkan prosedur pengujian daya
kecambah yang khusus. Ada suatu pengujian viabilitas yang bertujuan untuk
megetahui dengan cepat semua benih yang hidup, baik dorman maupun tidak dorman.
Pengirisan bagian embrio benih dan uji tetrazolium digunakan untuk tujuan ini (
Louis N. Bass, 1994).
Ciri utama benih ialah kalau benih itu dapat
dibedakan dari biji karena mempunyai daya hidup yang disebut viabilitas. Namun,
semua insane benih, apapun fungsi yang disandangnya, senantiasa mendambakan
benih vigor, tidak sekedar benih yang hidup (viable). Sekadar benih yang
mempunyai potensi hidup normal pun tidak cukup. Mengenai benih yang hidup, kalau
dibatasi secara negatif menjadi gampang. Indikasi bahwa benih itu mati.
Kalaupun benih itu menunjukkan gejala hidup saja, misalnya yang ditunjukkan
oleh tingkat pernapasannya, bahkan oleh sel-sel embrio yang tidak mati. Benih
dapat dikategorikan mempunyai daya hidup sekalipun benih itu tidak menunjukkan
pertumbuhan. Kalau benih itu menumbuhkan akar embrionalnya, benih itu hidup
(Sjamsoe’oed Sadjad, 1999).
2.2.
Uji Hitung Pertama (FCT)
Kekutan
tumbuh benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah normal dalam kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan, sehingga diharapkan benih tersebut dapat
menjadi tanaman normal meskipun kondisi lingkungan sib optimum. Penilaian
kekuatan tumbuh benih digolongkan atas kecambah kuat, kurang kuat, abnormal,
dan mati. Untuk memudahkan penilaian kelompok kecambah yang dinilai, terlebih
dahulu digolongkan atas kecambah kuat dan krang kuat. Kecambah yan abnomal
digolongkan sebagai mati.
Pada
hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari
benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi.
Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain tahan disimpan lama, tahan
terhadap serangan hama penyakit, cepat dan merata tumbuhnya serta mampu
menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan
lingkungan tumbuh yang sub optimal. Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai
pada tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran
hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan
mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada
korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman.
Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain
faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia
(Sutopo, 1984).
Vigor
benih di dalam pertanaman akan tercermin
dalam kekuatan tumbuh benih melalui kecepatan tumbuh benih dan keserempakan
tumbuh benih. Kecepatana tumbuh benih adalah jumlah % kecambah normal/etmal.
Keserempakan tumbuh benih adalah % kecambah normal kuat pada periode
perkecambahan tertentu. Keduanya dilakukan dalam kondisi optimum. (Kartasapoetra, Ance G. 2003)
Vigor benih dalam hitungan viabilitas absolut
merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di
lapang dalam kondisi yang subotimum, dan tahan untuk disimpan dalam kondisi
yang tidak ideal. Dengan demikian, vigor benih dipilah atas dua kualifikasi,
yaitu Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) dan Vigor Daya Simpan (VDS). Kedua macam
vigor itu dikaitkan pada analisis suatu lot benih, merupakan parameter
viabilitas absolut yang tolak ukurnya dapat bermacam-macam.Tolak ukur Kecepatan
tumbuh (KCT) mengindikasikan VKT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu
menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. KCT diukur dengan jumlah tambahan
perkecambahan setiap hari atau etmal pada kurun waktu perkecambahan dalam kodisi
optimum (Sadjad, 1993).
Ciri-ciri benih bervigor adalah 1) tahan bila
disimpan, 2) dapat berkecambah dengan cepat dan seragam, 3) bebas dari penyakit
benih, 4) tahan terhadap gangguan mikroorganisme, 5) bibit tumbuh kuat baik
pada tanah basah maupun kering, 6) bibit mampu memanfaatkan bahan makanan yang
ada di dalam benih dengan maksimal, sehingga tumbbuh jaringan baru, 7) laju
pertumbuhan bibit tinggi, dan 8) mampu berproduksi tinggi dalam waktu tertentu
(Heydecker, 1972).
Pada
umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit. Karena terlalu sulit
dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu
digunakanlah kaidah korelasi. misal : dengan mengukur kecepatan berkecambah
sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan
berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman.
2.3.
Uji Kecepatan Berkecambah (IVT)
Sejak zaman pra-sejarah, manusia telah
mengetahui, bahwa daya kecambah benih semakin menurun sejalan dengan
bertambahnya umur benih. Hingga sekarangpun kebanyakan penelitian tentang perubahan
fisiologis dan biokimiawi pada benih, biji berminyak, dan biji konsumsi
mengikutsertakan rencana untuk menentukan persentase daya kecambahnya sebagai
kriteria kemunduran atau perubahan (Sutopo, 1993).
Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya
dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu
saja tipe dormansinya, antara lain yaitu: karena temperatur yang sangat rendah
di musim dingin, perubahan temperatur yang silih berganti, menipisnya kulit
biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan,
adanya kegiatan dari mikroorganisme (Kamil, 1986).
Vigor benih bukan merupakan pengukuran
sifat tunggal, tetapi merupakan sejumlah sifat yang menggambarkan beberapa
karakteristik yang berhubugan dengan penampilan suatu lot benih yang antara
lain :
a) Kecepatan
dan keserempakan daya berkecambah dan pertumbuhan kecambah.
b) Kemampuan
munculnya titik tumbuh kecambah pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk
pertumbuhan.
c) Kemapuan
benih untuk berkecambah setelah mengalami penyimpanan (Salomao, 2002)
Perkecambahan benih merupakan salah satu
kriteria yang berkaitan dengan kualitas benih. Perkecambahan benih juga
merupakan salah satu tanda dari benih yang telah mengalami proses penuaan.
Pengertian dari berkecambah itu sendiri adalah jika dari benih tersebut telah
muncul plumula dan radikula di embrio. Plumula dan radikula yang tumbuh
diharapkan dapat menghasilkan kecambah yang normal, jika faktor lingkungan
mendukung (Kuswanto, 1997).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
perkecambahan benih yaitu:
1. Faktor
dalam
a. Tingkat
kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat
kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena
belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum
sempurna.
b. Ukuran
benih
Benih yang berukuran besar dan berat
mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil
pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan
digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan.
c. Dormansi
Dikatakan dormansi benih menunjukkan
suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika
berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti
kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai.
d. Penghambat
perkecambahan
Menurut Kuswanto (1996), penghambat
perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di
permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan
yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
2. Faktor
Luar
a. Air
Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972) dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979)
Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972) dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979)
b. Suhu
Suhu optimal adalah yang paling
menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan
tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo,
2002).
c. Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan,
proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan
oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat
dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002).
d. Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk
perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002).
Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas
cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979).
e. Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan
haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap
air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo,
2002).
BAB III
BAHAN DAN METODA
3.1.
Waktu dan Tempat
Praktikum ilmu dan teknologi benih
dilaksanakan pada hari jum’at 1 oktober 2013 pada pukul 16.00-17.40 wib di
laboratorium teknologi benih fakultas pertanian universitas andalas.
3.2. Alat dan Bahan
1. standard
germination test
Pada praktikum
ini alat dan bahan yang digunakan adalah benih padi, jagung, kedelai, cabe,
kertas stensil, petridish, germinator datar, handsprayer, alat tulis.
2. First
count test
Pada praktikum
ini alat dan bahan sama dengan uji kecambah SGT
3. Index
value test
Pada praktikum
ini alat dan bahan adalah benih padi, jagung, kedelai dan cabe beberapa
varietas, bahan lain dan alat sama dengan SGT.
3.3. Prosedur
Kerja
1. Standard
germination test
Disiapkan 3
lembar kertas stensil yang telah dilembabkan, diletakkan terhampar di atas meja
praktikum (2 lembar untuk alas dan 1 untuk penutup benihnya), benihdiletakkan
diatas kertas yang telah dibersihkan terlebih dahulu. Banyak benih yang
dikecambahkan untuk masing-masingnya sebanyak 50 biji. Benih disusun secara
teratur sebanyak 5 baris. Ini dilakukan dengan 4 kali ulangan. Tutup benih tadi
dengan satu lembar kertas stensil yang telah dilembabkan, digulung materi
pengujian itu ke arah panjang substrat/kertas, ditempatkan gulungan kertas pada
wadah perkecambahan, di amati bentuk-bentuk kecambah abnornal pada hari ke 3,5,
dan 7 atau sampai tidak ada lagi benih yang berkecambah normal pada setiap
pengamatan, untuk menghindari kesalahan penghitungan, benih yang telah dihitung
lansung dibuang, hal yang sama dilakukan untuk perkecambahan pada petridish.
Dipotong kertas sesuai dengan diameter lingkaran petridish. Daya kecambah
dihitung dengan rumus:
Jumlah
benih berkecambah normal
x 100 %
Jumlah benih
dikecambahkan
2. First
Count Test
Benih
dikecambahkan secara uji daya kecambah, dengan membuat 4 kali ulangan,
pengamatan dilakukan 5 hari setelah dikecambahkan (tergantung jenis benih,
lihat ISTA) dengan menghitung jumlah perkecambahan pada hitung pertama dapat
dicari dengan rumus :
Jumlah
benih berkecambah normal
x 100 %
Jumlah benih
dikecambahkan
3. Index
Value Test
Benih
dikecambahkan seperti cara uji daya berkecambah dengan memakai gulungan kertas
stensil, dengan 4 kali ulangan. Pengamatan dilakukan setiap hari mulai hari
pertama sampai tidak ada lagi benih yang berkecambah nilai index dapat
ditentukan dengan rumus:
Nilai indeks = ∑ jumlah benih berkecambah normal
Hari berkecambah
JAWABAN PERTANYAN
1.
Berikut karakteristik kecambah normal
dan abnorma :
v Kecambah normal
a. Kecambah
yang memiliki perkembangan sistem perakaran yang baik terutama akar primer dan
untuk tanaman yang secara normal menghasilkan akar seminimal maka akar ini tidak
boleh kurang dari dua.
b. Perkembangan
hipokotil yang baik sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan -jaringannya.
c. Pertumbuhan
plumula yang sempurna dengan daun hijau dan tumbuh baik, didalam atau muncul
darikoleoptil atau pertumbuhan epikotil yang sempurna dengan kuncup yang
normal.
d. Memiliki
satu kotiledone untuk kecambah dari monokotil dan dua bagi dikotil.
v Kecambah abnormal
a. Kecambah
yang rusak, tanpa kotiledon, embrio, yang pecah dan akar primer yang pendek.
b. Kecambah
yang bentuknya cacat, perkembangan lemah atau kurang seimbang dari bagain –
bagian yang penting. Plumula yang terputar, hipokotil, epikotil, kotiledon yang
mebengkak, akar yang pendek. Koleoptil yang pecah atau tidak mempunyai
dau : kecambah yang kerdil.
c. Kecambah
yang tidak membentuk chlophyl
d. Kecambah
yang lunak
e. Untuk
benih pohon – pohonan bila dari microphyl keluar daun dan bukanya akar.
2.
Beda
antara beni mati dengan benih
dorman :
v Benih mati
è Kriteria
ini ditunjukkan untuk benih - benih yang busuk sebelum berkecambah atau tidak
tumbuh setelah jangka waktu pengujian yang ditentukan, tetapi bukan dalam
keadan dorman. Sedangkan
v Benih dorman
è Suatu
keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi, walaupun kondisi lingkungan mendukung
untuk terjadinya perkecambahan. Kriteria ini
ditunjukkan untuk benih - benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih
sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara
normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya
yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Bass N. Louis. 1994. Prinsip dan Praktek Penympangan Benih.
PT Raja Grafirdo Persada. Jakarta.
Hartono.
2010.
Teori Portofolio dan Analisis Investasi.
BPFE. Yogyakarta
Heydecker, W. 1972. In Viability of Seeds. E. H. Roberts ed.,
Syracuse University
Press,
USA.
Kamil, J. 1986. Teknologi Benih. Angkasa Raya. Bandung.
Kartasapoetra,
Ance. G. 2003.
Teknologi Benih Pengolahan Benih dan
Tuntunan
Praktikum.
Rineka Cipta.
Kuswanto, Hendarto.
1997. Analisis Benih. Andi. Yogyakarta.
Sadjad, Sjamsoe’oed. 1993. Dari Benih kepada Benih. Jakarta. PT Gramedia.
Sadjad, Sjamsoe’oed. 1993. Dari Benih kepada Benih. Jakarta. PT Gramedia.
Sadjad, Sjamsoe’oed.
1999. Parameter Pengujian Vigor Benih.
Grasindo. Jakarta.
Salomao, 2002. Teknologi Benih: Pengolahan Benih Dan
Tuntunan Praktikum.
Rineka
Cipta. Jakarta.
Sutopo, Lita. 1993. Teknologi Benih. Jakarta. CV Rajawali Pers.
Sutopo, Lita. 1993. Teknologi Benih. Jakarta. CV Rajawali Pers.
Informasi yang berguna bagi saya, artikel ini bisa buat referensi tentang teknologi benih saya! semoga manfaat untuk petani Indonesia..
BalasHapusterimakasih kk tulisannya sangat membantu, ada nanya nih kk, gimana kelanjutan dengan bab hasil dan pembahasannya?
BalasHapusTerimakasih untuk tulisannya. Infonya membantu sekali dalam tugas saya.
BalasHapus