Kamis, 07 November 2013

laporan ilmu dan teknologi benih




LAPORAN ILMU DAN TEKNOLOGI BENIH
“SGT, FCT DAN IVT






NAMA                    : ELFIRA SRI WAHYUNI
NO. BP                    : 120213067
KELOMPOK         : 3 (TIGA)
KELAS                   : F
ASISTEN                : MUHARAMA YORA


PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Benih merupkan simbol dari suatu permulaan, yang merupakan inti dari kehidupan di alam semesta dan yang paling penting adalah kegunaannya sebagai penyambung dari kehidupan tanaman. Benih adalah biji tanaman yang digunakan untuk tujuan pertanaman. Pada konteks agronomi, benih dituntut untuk bermutu tinggi sebab benih harus mampu menghasilkan tanaman yang berproduksi maksimum dengan sarana teknologi yang maju (Sadjad, 1977 dalam Sutopo, 2010 : 1-2).
Benih adalah biji botanis yaitu biji hasil dari perkembangan bakal biji(ovul) di dalam bunga kemudian menghasilkan biji botanis yang disebut dengan benih. Pengertian benih dalam UU No. 12 tahun 1992 yaitu tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman.
Perkecambahan merupakan proses metobolisme biji hingga dapat menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah (Plumula dan Radikula). Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan rdikula dan keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan ISTA.
Setiap biji yang dikecambahkan ataupun yang diujikan tidak selalu prosentase pertumbuhan kecambahnya sama, hal ini dipengaruhi  bebagai macam faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan perkecambahan. Kecepatan berkecambah benih adalah kecepatan benih untuk berkecambah normal.
Benih yang memiliki vigor yang tinggi akan lebih cepat berkecambah, karena memiliki cadangan makanan yang tinggi, sehingga dapat membantu untuk berkecambah lebih cepat di lingkungan yang optimum maupun yang suboptimum.
Uji benih dalam kondisi lapang biasanya kurang memuaskan karena hasilnya tidak dapat diulang dengan konsisten. Oleh karena itu, pengujian di laboratorium dilaksanakan dengan mengendalikan faktor lingkungan agar mencapai perkecambahan yang teratur, cepat, lengkap bagi kebanyakan contoh benih. Selain itu kondisi yang terkendali telah distandarisasi untuk memungkinkan hasil pengujian yang dapat diulang sedekat mungkin kesamaannya.
Pengujian benih dalam kondisi lapang biasanya kurang memuaskan karena hasilnya tidak dapat diulang dengan konsisten. Karena itu, pengujian dilaboratorium dilaksanakan dengan mengendalikan faktor lingkungan agar mencapai perkecambahan yang teratur, cepat, lengkap bagi kebanyakan contoh benih. Kondisi yang terkendali telah distandarisasi untuk memungkinkan hasil pengujian yang dapat diulang sedekat mungkin kesamaannya. Terdapat bermacam-macam metode uji perkecambahan benih, setiap metode memiliki kekhususan tersendiri sehubungan dengan jenis benih diuji, jenis alat perkecambahan yang digunakan, dan jenis parameter viabilitas benih dinilai. Berdasarkan substratnya, metode uji perkecambahan benih dapat digolongkan kedalam menggunakan kertas, pasir dan tanah. Pada kesempatan ini yang akan dipelajari metode uni daya kecambah (SGT), uji kecepatan berkecambah (IVT), uji hitung pertama (FCT), uji pertumbuhan akar dan batang (RSGT). Kondisi lingkungan perkecambahan pada semua metode ini adalah optimum.

1.2.Tujuan
Adapun tujuan di adakannya praktikum kali ini diantaranya :
a.       Menentukan daya kecambah benih.
b.      Menentukan kekuatan tumbuh benih (vigor) melalui kecepatan/kekuatan berkecambah benih pada hari pertama pengamatan.
c.       Menentukan nilai indeks dari perkecambahan benih dan kekuatan tumbuh benih.
d.      Mahasiswa memahami relevansi metode uji indeks dengan keragaman pertumbuhan tanaman di lapangan produksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Uji Kecambah Baku (SGT)
Perkecambahan merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisiologis yang menyebabkan ia berkembang menjadi tumbuhan muda. Tumbuhan muda ini dikenal sebagai kecambah.  Pada tanaman, pertumbuhan dimulai dari proses perkecambahan biji. Perkecambahan dapat terjadi apabila kandungan air dalam biji semakin tinggi karena masuknya air ke dalam biji melalui proses imbibisi. Apabila proses imbibisi sudah optimal, dimulailah perkecambahan (Hartono, 2010).
Daya berkecambah benih merupakan kemampuan benih untuk berkecambah normal pada lingkungan yang serba memadai. Uji daya berkecambah merupakan salah satu uji viabilitas benih cara langsung dengan indikasi langsung. Kecambah dikatakan normal apabila semua bagiannya  (akar, hipokotil atau skutelum, plumula, kotiledon) menunjukkan kesempurnaan dan lengkap tanpa kerusakkan. Kecambah dinyatakan abnormal apabila salah satu bagiannya tidak muncul, atau muncul tetapi rusak atau tidak sempurna. Benih dinyatakan mati apabila sampai akhir periode pengujian tidak menunjukkan adanya gejala perkecambahan dan bukan merupakan benih keras. Sedangkan benih keras adalah benih yang tetap keras walaupun telah di lembabkan dalam penumbuhan (Sutopo, 2009).
Berdasarkan posisi kotiledon dalam proses perkecambahan dikenal perkecambahan hipogeal dan epigeal. Hipogeal adalah pertumbuhan memanjang dari epikotil yang meyebabkan plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas tanah. Kotiledon relatif tetap posisinya.  Tipe ini terjadi, jika plumula muncul ke permukaan tanah sedangkan kotiledon tinggal di dalam tanah. Contoh tipe ini terjadi pada kacang kapri dan jagung (Hartono, 2010).
Pada epigeal hipokotillah yang tumbuh memanjang, akibatnya kotiledon dan plumula terdorong ke permukaan tanah. Tipe ini terjadi, jika plumula dan kotiledon muncul di atas permukaan tanah. Pengetahuan tentang hal ini dipakai oleh para ahli agronomi untuk memperkirakan kedalaman tanam. Perkecambahan tipe ini misalnya terjadi pada kacang hijau dan jarak (Hartono, 2010).
Pada uji daya kecambah, benih dikatakan berkecambah bila dapat menghasilkan kecambah dengan bagian-bagian yang normal atau mendekati normal. Beberapa jenis benih menghasilkan benih keras yang dianggap hidup meski tidak berkecambah sewaktu diuji berdasarkan prosedur yang dianut secara resmi. Kadang-kadang benih dorman membutuhkan prosedur pengujian daya kecambah yang khusus. Ada suatu pengujian viabilitas yang bertujuan untuk megetahui dengan cepat semua benih yang hidup, baik dorman maupun tidak dorman. Pengirisan bagian embrio benih dan uji tetrazolium digunakan untuk tujuan ini ( Louis N. Bass, 1994).
Ciri utama benih ialah kalau benih itu dapat dibedakan dari biji karena mempunyai daya hidup yang disebut viabilitas. Namun, semua insane benih, apapun fungsi yang disandangnya, senantiasa mendambakan benih vigor, tidak sekedar benih yang hidup (viable). Sekadar benih yang mempunyai potensi hidup normal pun tidak cukup. Mengenai benih yang hidup, kalau dibatasi secara negatif menjadi gampang. Indikasi bahwa benih itu mati. Kalaupun benih itu menunjukkan gejala hidup saja, misalnya yang ditunjukkan oleh tingkat pernapasannya, bahkan oleh sel-sel embrio yang tidak mati. Benih dapat dikategorikan mempunyai daya hidup sekalipun benih itu tidak menunjukkan pertumbuhan. Kalau benih itu menumbuhkan akar embrionalnya, benih itu hidup (Sjamsoe’oed Sadjad, 1999).

2.2.  Uji Hitung Pertama (FCT)
Kekutan tumbuh benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah normal dalam kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, sehingga diharapkan benih tersebut dapat menjadi tanaman normal meskipun kondisi lingkungan sib optimum. Penilaian kekuatan tumbuh benih digolongkan atas kecambah kuat, kurang kuat, abnormal, dan mati. Untuk memudahkan penilaian kelompok kecambah yang dinilai, terlebih dahulu digolongkan atas kecambah kuat dan krang kuat. Kecambah yan abnomal digolongkan sebagai mati.
Pada hakekatnya vigor benih harus relevan dengan tingkat produksi, artinya dari benih yang bervigor tinggi akan dapat dicapai tingkat produksi yang tinggi. Vigor benih yang tinggi dicirikan antara lain tahan disimpan lama, tahan terhadap serangan hama penyakit, cepat dan merata tumbuhnya serta mampu menghasilkan tanaman dewasa yang normal dan berproduksi baik dalam keadaan lingkungan tumbuh yang sub optimal. Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia (Sutopo, 1984).
Vigor benih di dalam  pertanaman akan tercermin dalam kekuatan tumbuh benih melalui kecepatan tumbuh benih dan keserempakan tumbuh benih. Kecepatana tumbuh benih adalah jumlah % kecambah normal/etmal. Keserempakan tumbuh benih adalah % kecambah normal kuat pada periode perkecambahan tertentu. Keduanya dilakukan dalam kondisi optimum. (Kartasapoetra, Ance G. 2003)
Vigor benih dalam hitungan viabilitas absolut merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang subotimum, dan tahan untuk disimpan dalam kondisi yang tidak ideal. Dengan demikian, vigor benih dipilah atas dua kualifikasi, yaitu Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) dan Vigor Daya Simpan (VDS). Kedua macam vigor itu dikaitkan pada analisis suatu lot benih, merupakan parameter viabilitas absolut yang tolak ukurnya dapat bermacam-macam.Tolak ukur Kecepatan tumbuh (KCT) mengindikasikan VKT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. KCT diukur dengan jumlah tambahan perkecambahan setiap hari atau etmal pada kurun waktu perkecambahan dalam kodisi optimum (Sadjad, 1993).
Ciri-ciri benih bervigor adalah 1) tahan bila disimpan, 2) dapat berkecambah dengan cepat dan seragam, 3) bebas dari penyakit benih, 4) tahan terhadap gangguan mikroorganisme, 5) bibit tumbuh kuat baik pada tanah basah maupun kering, 6) bibit mampu memanfaatkan bahan makanan yang ada di dalam benih dengan maksimal, sehingga tumbbuh jaringan baru, 7) laju pertumbuhan bibit tinggi, dan 8) mampu berproduksi tinggi dalam waktu tertentu (Heydecker, 1972).
Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai pada tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi. misal : dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman.

2.3.  Uji Kecepatan Berkecambah (IVT)
Sejak zaman pra-sejarah, manusia telah mengetahui, bahwa daya kecambah benih semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur benih. Hingga sekarangpun kebanyakan penelitian tentang perubahan fisiologis dan biokimiawi pada benih, biji berminyak, dan biji konsumsi mengikutsertakan rencana untuk menentukan persentase daya kecambahnya sebagai kriteria kemunduran atau perubahan (Sutopo, 1993).
Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansinya, antara lain yaitu: karena temperatur yang sangat rendah di musim dingin, perubahan temperatur yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan, adanya kegiatan dari mikroorganisme (Kamil, 1986).
Vigor benih bukan merupakan pengukuran sifat tunggal, tetapi merupakan sejumlah sifat yang menggambarkan beberapa karakteristik yang berhubugan dengan penampilan suatu lot benih yang antara lain :
a)      Kecepatan dan keserempakan daya berkecambah dan pertumbuhan kecambah.
b)      Kemampuan munculnya titik tumbuh kecambah pada kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan.
c)      Kemapuan benih untuk berkecambah setelah mengalami penyimpanan (Salomao, 2002)
Perkecambahan benih merupakan salah satu kriteria yang berkaitan dengan kualitas benih. Perkecambahan benih juga merupakan salah satu tanda dari benih yang telah mengalami proses penuaan. Pengertian dari berkecambah itu sendiri adalah jika dari benih tersebut telah muncul plumula dan radikula di embrio. Plumula dan radikula yang tumbuh diharapkan dapat menghasilkan kecambah yang normal, jika faktor lingkungan mendukung (Kuswanto, 1997).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih yaitu:
1.      Faktor dalam
a.       Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang cukup serta pembentukan embrio belum sempurna.
b.      Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber energi bagi embrio pada saat perkecambahan.
c.       Dormansi
Dikatakan dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai.
d.      Penghambat perkecambahan
Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.
2.      Faktor Luar
a.       Air
            Perkembangan benih tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam benih hingga 80 sampai 90 persen (Darjadi,1972) dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30 sampai 55 persen (Kamil, 1979)
b.      Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd 35°C (Sutopo, 2002).
c.       Oksigen
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002).
d.      Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979).
e.       Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik, gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002).



BAB III
BAHAN DAN METODA

3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ilmu dan teknologi benih dilaksanakan pada hari jum’at 1 oktober 2013 pada pukul 16.00-17.40 wib di laboratorium teknologi benih fakultas pertanian universitas andalas.

3.2.   Alat dan Bahan
1.      standard germination test
Pada praktikum ini alat dan bahan yang digunakan adalah benih padi, jagung, kedelai, cabe, kertas stensil, petridish, germinator datar, handsprayer, alat tulis.
2.      First count test
Pada praktikum ini alat dan bahan sama dengan uji kecambah SGT
3.      Index value test
Pada praktikum ini alat dan bahan adalah benih padi, jagung, kedelai dan cabe beberapa varietas, bahan lain dan alat sama dengan SGT.

3.3.  Prosedur Kerja
1.      Standard germination test
Disiapkan 3 lembar kertas stensil yang telah dilembabkan, diletakkan terhampar di atas meja praktikum (2 lembar untuk alas dan 1 untuk penutup benihnya), benihdiletakkan diatas kertas yang telah dibersihkan terlebih dahulu. Banyak benih yang dikecambahkan untuk masing-masingnya sebanyak 50 biji. Benih disusun secara teratur sebanyak 5 baris. Ini dilakukan dengan 4 kali ulangan. Tutup benih tadi dengan satu lembar kertas stensil yang telah dilembabkan, digulung materi pengujian itu ke arah panjang substrat/kertas, ditempatkan gulungan kertas pada wadah perkecambahan, di amati bentuk-bentuk kecambah abnornal pada hari ke 3,5, dan 7 atau sampai tidak ada lagi benih yang berkecambah normal pada setiap pengamatan, untuk menghindari kesalahan penghitungan, benih yang telah dihitung lansung dibuang, hal yang sama dilakukan untuk perkecambahan pada petridish. Dipotong kertas sesuai dengan diameter lingkaran petridish. Daya kecambah dihitung dengan rumus:
Jumlah benih berkecambah normal  x 100 %
Jumlah benih dikecambahkan

2.      First Count Test
Benih dikecambahkan secara uji daya kecambah, dengan membuat 4 kali ulangan, pengamatan dilakukan 5 hari setelah dikecambahkan (tergantung jenis benih, lihat ISTA) dengan menghitung jumlah perkecambahan pada hitung pertama dapat dicari dengan rumus :
Jumlah benih berkecambah normal  x 100 %
Jumlah benih dikecambahkan

3.      Index Value Test
Benih dikecambahkan seperti cara uji daya berkecambah dengan memakai gulungan kertas stensil, dengan 4 kali ulangan. Pengamatan dilakukan setiap hari mulai hari pertama sampai tidak ada lagi benih yang berkecambah nilai index dapat ditentukan dengan rumus:
Nilai indeks = ∑  jumlah benih berkecambah normal
Hari berkecambah



JAWABAN PERTANYAN


1.      Berikut karakteristik kecambah normal dan abnorma :
v  Kecambah normal
a.       Kecambah yang memiliki perkembangan sistem perakaran yang baik terutama akar primer dan untuk tanaman yang secara normal menghasilkan akar seminimal maka akar ini tidak boleh kurang dari dua.
b.      Perkembangan hipokotil yang baik sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringan -jaringannya.
c.       Pertumbuhan plumula yang sempurna dengan daun hijau dan tumbuh baik, didalam atau muncul darikoleoptil atau pertumbuhan epikotil yang sempurna dengan kuncup yang normal.
d.      Memiliki satu kotiledone untuk kecambah dari monokotil dan dua bagi dikotil.
v  Kecambah abnormal
a.       Kecambah yang rusak, tanpa kotiledon, embrio, yang pecah dan akar primer yang pendek.
b.      Kecambah yang bentuknya cacat, perkembangan lemah atau kurang seimbang dari bagain – bagian yang penting. Plumula yang terputar, hipokotil, epikotil, kotiledon yang mebengkak, akar yang pendek. Koleoptil yang pecah atau tidak mempunyai dau  : kecambah yang kerdil.
c.       Kecambah yang tidak membentuk chlophyl
d.      Kecambah yang lunak
e.       Untuk benih pohon – pohonan bila dari microphyl keluar daun dan bukanya akar.




2.      Beda  antara beni mati dengan benih  dorman :
v  Benih mati
è Kriteria ini ditunjukkan untuk benih - benih yang busuk sebelum berkecambah atau tidak tumbuh setelah jangka waktu pengujian yang ditentukan, tetapi bukan dalam keadan dorman. Sedangkan
v  Benih dorman
è Suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi, walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Kriteria ini ditunjukkan untuk benih - benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel) namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai.



DAFTAR PUSTAKA

Bass N. Louis. 1994. Prinsip dan Praktek Penympangan Benih. PT Raja Grafirdo Persada. Jakarta.
Hartono. 2010. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. BPFE. Yogyakarta
Heydecker, W. 1972. In Viability of Seeds. E. H. Roberts ed., Syracuse University
Press, USA.
Kamil, J. 1986. Teknologi Benih. Angkasa Raya. Bandung.
Kartasapoetra, Ance. G. 2003. Teknologi Benih Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Rineka Cipta.
Kuswanto, Hendarto. 1997. Analisis Benih. Andi. Yogyakarta.
Sadjad, Sjamsoe’oed. 1993. Dari Benih kepada Benih. Jakarta. PT Gramedia.
Sadjad, Sjamsoe’oed. 1999. Parameter Pengujian Vigor Benih. Grasindo. Jakarta.
Salomao, 2002. Teknologi Benih: Pengolahan Benih Dan Tuntunan Praktikum.
Rineka Cipta. Jakarta.
Sutopo, Lita. 1993. Teknologi Benih. Jakarta. CV Rajawali Pers.

3 komentar:

  1. Informasi yang berguna bagi saya, artikel ini bisa buat referensi tentang teknologi benih saya! semoga manfaat untuk petani Indonesia..

    BalasHapus
  2. terimakasih kk tulisannya sangat membantu, ada nanya nih kk, gimana kelanjutan dengan bab hasil dan pembahasannya?

    BalasHapus
  3. Terimakasih untuk tulisannya. Infonya membantu sekali dalam tugas saya.

    BalasHapus